Thursday, July 2, 2009

All Grown Up ~ a short story~

Angin berdesau sepi di tempat ini.

Di tempat ini, di rumah yang membesarkanku dan Ashley, sahabatku. Di rumah yang kini tampak tak ada ruh kebahagiaan lagi.

Aku bersenandung sepi, tak terdengar siapa-siapa

"Sudah banyak yang terjadi padaku sejak rumah ini ditinggalkan"
~ - ~
Semua berubah. Termasuk Ashley yang kukenal sederhana itu. Saat kami hendak berpisah karena waktu -kami akhirnya harus meninggalkan rumah orangtua angkat kami-, setahuku, Ashley adalah orang yang cita-citanya tak neko-neko. Membangun rumah untuk orang-orang seperti kami. Menjadi dokter. Dan hidup sederhana. Namun, saat aku tanpa sengaja melihatnya, ia sudah berubah. Ia kini hidup dengan kemewahan. Show-show menjadi makanan sehari-harinya. Gaya bicaranya berubah, dari yang dulu malu-malu sekarang menjadi sangat PD, kalau tidak bisa dibilang angkuh. Dan yang lebih menyedihkan lagi, aku melihat semua itu dari balik TV! Tidak langsung!
Aku terpana begitu melihantya. Betapa memang benar sebuah pepatah berbunyi "the only thing that constant in the world is the change." Memang, aku sendiri juga ikut berubah, sih. Aku yang dulu terbiasa berbicara blak-blakan, kini malah berbicara dengan diplomatis dan santun, karena kini aku menjadi seorang pengacara. Yah, memang dunia ini akan selalu berubah.
Namun, kuharap takkan ada yang berubah dengan janji itu.
~ - ~
Untungnya, janji itu tidak berubah. Dulu, saat aku dan Ashley masih kecil, kami berjanji bahwa 10 tahun setelah meninggalkan rumah keluarga Atari (keluarga yang mengangkat kami menjadi anaknya), kami akan kembali bereuni di sini. Janji kecil ini selalu membuatku tak sabar menunggu hari semenjak kepergianku dari rumah ini.
Dan, saat aku menghubunginya, ia berkata, "Ya, aku ingat. Minggu depan, kan?"
Aku lega bahwa janji itu masih teringat di kepalanya.
~ - ~
"Janji itu tidak berubah, ya. Tapi tempat ini sudah berubah," tiba-tiba terdengar sebuah suara di belakangku. Suara yang sangat familiar.
"Eh... Ashley," ujarku kaget. Ashley kini di belakangku, mengenakan jaket hitam, kaos putih, dan celana jeans. Aku lalu berkata, "Aku pikir kamu tidak akan keluar-keluar dari mobilmu."
"Seandainya saja ada pertanda untuk itu...," kata Ashley sedih, "Mengapa mereka harus meninggalkan tempat ini?"
"Itu pilihan Tuhan," jawabku polos.
Oh ya, aku lupa memberitahumu. Baru saja beberapa jam yang lalu, Ayah dan Ibu meninggal! Dan tadi kami baru saja mengunjungi kamar jenazahnya. Dan kami bahkan tak kuat mengantarkannya sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya, sehingga kami memilih menunggu di sini.
"Yah, setidaknya kita masih bisa memenuhi janji kita.." kata Ashley parau.

1 comment: